Monday, June 8, 2015

RUU PILKADA: Presiden Berupaya Cari Solusi Terbaik

15 Sep 2014 — JAKARTA, KOMPAS — Mencermati situasi politik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tengah berupaya mencari opsi atau solusi terbaik terkait dengan sistem pemilihan yang akan diberlakukan ke depan.
Namun, hingga semalam, Presiden belum menjelaskan lebih rinci kepada pers opsi yang tengah diupayakan tersebut.

”Saudara juga mengikuti, (dinamikanya) cukup keras sekarang ini. Kekuatan politik nyaris terbelah menjadi dua dengan sejumlah varian dan konon saya diharapkan juga untuk ikut mencari opsi membangun yang terbaik. Nah, saya bekerja untuk membangun opsi itu,” kata Yudhoyono saat membuka rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Minggu (14/9). Wakil Presiden Boediono dan sejumlah menteri serta kepala lembaga di bidang politik, hukum, dan keamanan juga hadir dalam rapat tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, hingga saat ini ada enam fraksi di DPR yang menghendaki penghapusan pilkada langsung oleh rakyat. Mereka menghendaki pilkada gubernur, bupati, dan wali kota oleh DPRD, bukan lagi oleh rakyat secara langsung. Keenam fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.

Sementara itu, tiga fraksi lain tetap mempertahankan pilkada langsung oleh rakyat. Para gubernur, bupati, wali kota, dan koalisi masyarakat sipil juga menolak rencana penghapusan pilkada langsung. Sejumlah survei juga menunjukkan, mayoritas publik tetap menghendaki pilkada langsung oleh rakyat, bukan dipilih oleh DPRD (antara lain survei Kompas, lihat hal 4).

Presiden Yudhoyono mengatakan, dalam 10 tahun terakhir memang ada banyak hal terjadi di Tanah Air terkait dengan pelaksanaan pilkada. Ketika bangsa Indonesia menetapkan sistem pilkada yang berlaku saat ini, itu tidak terlepas dari semangat reformasi. Namun, ekses atau penyimpangan yang terjadi dari
sistem tersebut juga perlu dilihat.

”Itulah yang kita letakkan dalam satu zona untuk mendapatkan kira-kira opsi atau solusinya yang akan kita tuangkan dalam sistem dan undang-undang yang berlaku ke depan,” katanya.

Dipaksakan berbahaya
Seusai rapat, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan, penjelasan selanjutnya akan disampaikan Menteri Dalam Negeri. ”Nanti akan ada waktunya penjelasan dan posisi pemerintah,” katanya.

Kemarin, Koalisi Kawal RUU Pilkada kembali meminta pemerintah menarik RUU yang sedang dibahas di DPR itu. Mereka menggelar aksi damai di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Aceh, Bandung, Makassar, dan Semarang.

Di Jakarta, aksi damai dilangsungkan pada hari bebas kendaraan bermotor di Bundaran Hotel Indonesia. Koalisi juga menjaring aspirasi masyarakat yang setuju terhadap pemilu secara langsung melalui petisi di www.change.org. Hingga Minggu malam sudah ada 49.731 pendukung di laman tersebut.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, RUU dapat ditunda pembahasannya sampai tahun depan. Produk legislasi tidak boleh diputuskan dalam keadaan marah.

Pilkada di 247 kabupaten/kota pada 2015 bisa ditunda dan malah bisa dilaksanakan secara serentak. Kalau dipaksakan, RUU ini malah berbahaya.

Pemerhati pemilu, Ahsanul Minan, secara terpisah mengingatkan, sistem pemilu di Indonesia belum memiliki arah pembangunan politik yang jelas karena selalu berganti untuk kepentingan pragmatis semata. Sejak Pemilu 1955 hingga sekarang sudah sekitar sepuluh undang-undang terkait pemilu dikeluarkan. Jika ini terus dibiarkan, Indonesia tidak akan memiliki pembangunan politik yang terarah dan berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

Ahsanul menyarankan agar pengesahan RUU Pilkada ditunda. Apalagi, masa kerja anggota DPR 2009-2014, secara de facto, sudah habis karena nama-nama anggota DPR terpilih yang baru sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum dan tinggal menunggu pelantikan pada 1 Oktober mendatang.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Jojo Rohi, polemik teknis pilkada dalam RUU Pilkada tak memiliki argumen yang mendasar.

Penggunaan APBD untuk pilkada langsung adalah kurang dari 2 persen jumlah total pengeluaran. Hasil penelitian KIPP Indonesia sepanjang pilkada langsung kurun 2005-2014, sebanyak 90 persen pilkada berlangsung damai. (WHY/A05/A13)

Sumber:

Kompas, 15 September 2014

http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008893326

No comments:

Post a Comment