Thursday, October 8, 2009

BAWASLU-UNDP LAKUKAN EVALUASI PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM PEMILU PUTARAN 2

Lesson learnt adalah sebuah kata kunci yang ingin dicari oleh Bawaslu dari proses penyelenggaraan pengawasan dan penegakan hukum Pemilu setelah berakhirnya proses penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009. Hal ini diperlukan sebagai inoput strategis dalam perumusan strategi pengawasan dan penegakan hukum dalam Pemilu Kepada Daerah yang akan diselenggarakan pada tahun 2010 di 200 lebih daerah. Di samping itu, lesson learnt ini juga diperlukan untuk menyusun masukan bagi proses revisi UU Pemilu kedepan.

Atas dukungan UNDP Election-MDP, Bawaslu menyelenggarakan kegiatan Workshop Evaluasi Pengawasan dan Penegakan Hukum Pemilu, yang diselenggarakan dalam 2 putaran. Putaran pertama telah dilakukan di Bogor pada pertengahan bulan Romadhon yang lalu, sedangkan putaran kedua diselenggaran tanggal 8-10 Oktober di Bali, yang diikuti oleh utusan Panwas Provinsi dan unsur organisasi Pemantau Pemilu.
Proses workshop difasilitasi oleh Dr. Topo Santoso (Anggota Panwas Pemilu 2004) , Ahsanul Minan (Konsultan UNDP untuk Bawaslu) dan Partono (UNDP).

REKONTEKSTUALISASI RENSTRA BAWASLU RI

REKONTEKSTUALISASI RENSTRA BAWASLU RI
Sebuah Catatan Kecil tentang Tantangan dan Hambatan Bawaslu RI di Masa Mendatang
Oleh: Ahsanul Minan

PENDAHULUAN
Pada bulan April 2008, Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) menyusun Rencana Strategi kelembagaan dengan difasilitasi oleh Partnership for Governance Reform (PGR) melalui dua kali workshop yang diselenggarakan di Bandung dan Bogor.
Penyusunan rencana strategis tersebut ditempuh melalui proses pembacaan atas kondisi internal dan eksternal (analisis situasi) yang mencakup analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan dengan menggunakan metode SWOT, baik dalam dalam perspektif peraturan perundang-undangan maupun dalam perspektif realitas politik. Diskursus tentang analisa situasi yang dilakukan pada saat itu lebih difokuskan kepada isu Pemilu anggota legislative dan Pemilu Presiden dan Wakil presiden yang memang sudah berada di depan mata.
Analisis situasi ini dilanjutkan dengan pendefinsian posisi dan perumusan strategi kelembagaan, di mana Bawaslu lebih menekankan kepada strategi Damage Control/Divestasi, berdasarkan atas pertimbangan bahwa hasil analisa SWOT menunjukkan lebih besarnya kelemahan dan tantangan yang dihadapi Bawaslu dibandingkan dengan kekuatan dan peluang yang dimiliki. Strategi tersebut selanjutnya diterjemahkan dalam visi dan misi sebagaimana yang dimiliki Bawaslu saat ini.
Dari proses penyusunan Renstra Bawaslu tersebut, ada beberapa catatan yang penting untuk diperhatikan:
1. Konteks politik yang dipergunakan dalam proses analisa situasi lebih merujuk kepada persiapan pengawasan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pilpres. Dalam proses penyusunan Renstra tersebut, factor Pemilu Kepala Daerah belum banyak diperbincangkan.
2. Terkait dengan point 1, maka analisis peraturan menyangkut kewenangan, tugas dan kewajiban Bawaslu yang dilakukan pada saat itu lebih didasarkan kepada UU nomor 22 tahun 2007 dan UU nomor 10 tahun 2008. Sedangkan UU nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU nomor 32 tahun 2004 yang di dalamnya mengatur tentang penyelenggaran Pemilu Kepala Daerah belum dibicarakan secara mendalam.
3. Produk analisis dan rumusan strategi dan arah kebijakan yang dihasilkan lebih berorientasi kepada upaya untuk menjawab kendala dan tantangan yang dihadapi Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu Legislatif dan Pilpres.
Satu tahun setelah ditetapkannya Renstra Bawaslu RI, konteks politik telah mengalami perubahan yang cukup signifikan sehubungan dengan telah berakhirnya proses penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pilpres. Agenda ke depan berupa penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah memerlukan respon secara tepat oleh Bawaslu, mengingat adanya perbedaan system, prosedur, struktur organisasi penyelenggara Pemilu (terutama Pengawas Pemilu), serta pola hubungan antar stakeholder.
Untuk itu, diperlukan upaya untuk merekontekstualisasi Renstra Bawaslu tersebut dengan memasukkan pertimbangan atas perubahan situasi politik, konstruksi hambatan dan tantangan guna menghasilkan rumusan arah kebijakan dan program strategis yang sesuai dengan situasi di lapangan. Rekontekstualisasi ini dilakukan sebatas kepada pendefinisian ulang kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan Bawaslu yang dihadapi dalam 4 tahun ke depan sehingga menghasilkan arah kebijakan dan rumusan program yang responsive dan tepat, tanpa harus mengubah visi dan misi Bawaslu.

ISU PENTING
Dalam melakukan rekontekstualisasi Renstra Bawaslu, terdapat beberapa isu penting yang menjadi tantangan riil yang sedang dihadapi saat ini maupun yang akan dihadapi dalam beberapa waktu mendatang, yang perlu diperhatikan. Beberapa isu tersebut dapat dipilah menjadi 2 kelompok: Pertama: isu terkait dengan penyelenggaraan pengawasan Pemilukada, Kedua: isu terkait dengan sustainability pengawasan pemilu. Kedua kelompok isu tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut:
1. Isu pengawasan Pemilukada. Isu ini mencakup analisa perubahan situasi internal dan eksternal yang dihadapi Pengawas Pemilu sehubungan dengan persiapan pengawasan Pemilukada, yang memerlukan respon dalam bentuk arah kebijakan dan program strategis Bawaslu. Adapun cakupan dari isu ini meliputi:
a. Perubahan struktur kelembagaan Pengawas, dalam hal ini struktur kelembagaan Panwas Pemilukada yang mencakup (1) pengaturan tentang pembagian tugas dan fungsi anggota Panwas Pemilukada, (2) struktur organisasi secretariat Panwas Pemilukada, serta (3) bagaimana pola relasi antara Bawaslu dengan Panwas Pemilukada.
b. Sistem penganggaran kelembagaan Pengawas, yang mencakup tentang beberapa isu: pertama adalah bagaimana Bawaslu memberikan supervisi kepada Panwas Pemilukada dalam menyusun standarisasi perencanaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran, kedua bagaimana Bawaslu memberikan supervisi untuk memastikan ketersediaan dan kecukupan anggaran Panwas Pemilukada.
c. Kapasitas kelembagaan dan SDM Pengawas, yang mencakup isu tentang (1) bagaimana Bawaslu akan memberikan bimbingan, pembinaan dan pengendalian kepada Panwas Pemilukada dengan mempertimbangkan factor kuantitas dan sebaran jumlah Pemilukada, serta (2) bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya “limpahan” kasus pelanggaran yang bias jadi akan dilemparkan kepada Bawaslu baik oleh Panwas Pemilukada maupun oleh peserta Pemilukada.
d. Perubahan nature konstalasi relasi stakeholder. Aspek ini sangat penting untuk dikaji mengingat nature konstalasi politik dalam Pemilukada sangat berbeda dengan Pemilu Legislatif dan Pilpres. Pemilukada akan lebih dinamis, berpeluang untuk menimbulkan gesekan social yang lebih kuat disertai dengan kemungkinan semakin besarnya jumlah dan bentuk pelanggaran akibat ketatnya tingkat kentestasi antar Pasangan Calon. Dengan demikian membutuhkan respon yang lebih spesifik dan tepat oleh Bawaslu sebagai kerangka dalam memberikan supervisi kepada Panwas Pemilukada.
2. Di samping isu tentang pengawasan pemilukada yang menjadi agenda jangka pendek Bawaslu, terdapat isu lain yang perlu menjadi perhatian lembaga ini dalam rangka meningkatkan perannya untuk memperkuat demokrasi, yakni isu Sustainability Pengawasan Pemilu. Isu ini mencakup analisa atas tantangan kedepan dalam rangka memperkuat pengawasan dan penegakan hokum Pemilu di masa mendatang, termasuk di dalamnya bagaimana mengoptimalkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengawasi Pemilu serta bagaimana mengoptimalkan kinerja penegakan hokum Pemilu. Adapun cakupan isu yang perlu didiskusikan lebih daam antara lain:
a. Penguatan (establishment and empowerment) kelembagaan pengawas pemilu. Isu ini mencakup beberapa aspek antara lain: (1) bagaimana mendorong penguatan kewenangan Pengawas Pemilu, (2) bagaimana memperjelas mekanisme penegakan hokum pemilu, (3) bagaimana memperkuat peran dan fungsi Bawaslu dalam pengawasan dan penegakan hokum pemilu, dan (4) bagaimana membangun infrastruktur internal Bawaslu sebagai sarana pendukung untuk mengkampanyekan peran partisipasi masyrakat dalam pengawasan Pemilu.
b. Peningkatan peran partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Isu ini mencakup beberapa aspek penting antara lain; (1) bagaimana memperluas dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting peran mereka dalam pengawasan Pemilu, (2) bagaimana membangun agen-agen masyarakat sebagai pioneer dalam pengawasan Pemilu.

BAWASLU KEDEPAN

Merujuk kepada dokumen Renstra serta perkembangan situasi dan tantangan ke depan, maka upaya untuk mendefinisikan kembali posisi Bawaslu dalam 4 tahun ke depan menjadi sangat penting. Pilihan Bawaslu terhadap strategi damage control/divestasi yang dirumuskan dalam Renstra saat ini perlu dikaji kembali, karena pilihan tersebut didasari oleh analisa situasi yang ada pada masa awal pembentukan Bawaslu.
Reposisi Bawaslu ini dapat ditempuh dengan melakukan analisa SWOT dengan melihat kembali kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang saat ini dan dalam beberapa tahun mendatang akan dihadapi oleh Bawaslu. Berdasarkan atas fakta yang ada, setidaknya saat ini dapat dilihat bahwa Bawaslu telah mengalami perkembangan yang sangat berarti dibandingkan dengan situasi yanga da pada saat perumusan Renstra Bawaslu pada tahun yang lalu, dalam artian bahwa kekuatan internal Bawaslu semakin meningkat, sedangkan kelemahannya semakin menurun. Hal ini setidaknya diindikasikan oleh (1) semakin meningkatnya kapasitas institusional Bawaslu baik dari sisi SDM maupun anggaran, (2) semakin kuatnya bangunan pengetahuan dan pengalaman dalam pengawasan dan penegakan hokum Pemilu, (3) adanya jaringan Pengawas Pemilu di tingkat daerah, (4) relasi dan dukungan kerja sama yang baik dengan lembaga Pemantau Pemilu.
Sedangkan peluang yang dimiliki Bawaslu juga semakin besar, setidaknya diindikasikan oleh (1) adanya dukungan dari institusi-institusi kenegaraan misalnya Mahkamah Konstitusi, DPR, dan Pemerintah, (2) dapat dipertahankannya apresiasi positif masyarakat terhadap Bawaslu, (3) relasi yang cukup baik dengan media. Namun demikian, tantangan yang dihadapi juga masih ada misalnya (1) terkait dengan pengaturan tentang kewenangan Bawaslu yang masih cukup membatasi organisasi ini dalam menjalankan peran pengawasan dan penegakan hokum Pemilu, (2) ganjalan dalam relasi dengan institusi kepolisian dan kejaksaan, (3) belum efektifnya kerja sama dengan KPU.
Melihat kondisi yang ada saat ini serta dengan memprediksi situasi yang akan muncul dalam beberapa tahun mendatang, maka strategi Empowerment yang dipadukan dengan strategi investasi akan menjadi pilihan yang tepat bagi Bawaslu, yang dalam hal ini berarti satu stage lebih tinggi dari pilihan yang diambil sebelumnya yakni demage control.
Strategi empowerment dan investasi difokuskan kepada upaya untuk menjawab 2 isu besar sebagaimana disebutkan sebelumnya yakni isu pengawasan Pemilukada dan sustainability pengawasan Pemilu.
Dalam hal ini, visi dan misi Bawaslu masih cukup relevan, namun yang perlu di-adjust adalah pilihan arah kebijakan dan rumusan program strategis disertai dengan penentuan timeline program Bawaslu untuk masa 4 tahun kedepan. Salah satu dampak yang perlu direspon dari adjustment ini adalah pembagian peran dalam institusi Bawaslu untuk menjalankan agenda program yang telah disepakati serta bagaimana merumuskan strategi pencapaian program tersebut.

REKOMENDASI
Berdasarkan atas beberapa pertimbangan tersebut di atas maka terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dipergunakan dalam proses pelaksanaan kegiatan Evaluasi Renstra Bawaslu:
1. Forum ini perlu menganalisa secara mendalam tentang situasi internal dan eskternal yang ada saat ini maupun yang akan terjadi dalam masa 4 tahun ke depan. Isu pengawasan Pemilukada dan sustainability pengawasan Pemilu merupakan 2 isu kunci yang perlu dipertimbangkan dan dapat dikembangkan secara lebih jauh dalam forum ini.
2. Forum ini juga perlu mendiskusikan lebih mendalam tentang bagaimana desain organisasi Bawaslu dengan mempertimbangkan pengalaman selama ini tentang kendala dan hambatan yang dirasakan guna mengupayakan terciptanya postur kelembagaan yang tepat dan responsive.
3. Forum ini juga perlu mendiskusikan desain pola relasi dan strategi komunikasi dengan institusi penegak hokum guna mengefektifkan dan mengoptimalkan penegakan hokum Pemilu, serta desain peningkatan peran dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu.