Komisi Informasi Pusat (KIP) bersama Management System
International (MSI) Indonesia dan USAID mengadakan program bimbingan teknis
(Bimtek) Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi (SIMSI) gelombang
ketiga, di Aston Hotel Bogor, 19-22 Januari 2016. Sebanyak 34 peserta dari 13
Komisi Informasi (KI) Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) hadir pada
kesempatan itu. Bimtek ini ditujukan kepada KI daerah yang pada pelaksanaan
gelombang pertama dan kedua belum sempat mengikutinya atas berbagai sebab.
Peserta Bimtek gelombang ketiga terdiri dari KI Provinsi DKI
Jakarta, Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan
Selatan, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Papua, serta Kabupaten
Bangkalan, Cirebon, dan Sumenep. Sedangkan dari pihak penyelenggara hadir Ketua
KIP Abdulhamid Dipopramono, Komisioner Bidang ASE Henny S Widyaningsih sebagai
salah satu pemateri dan Rumadi Ahmad selaku PJ kerja sama SIMSI antara KIP,
MSI, dan USAID.
Hadir juga sebagai fasilitator Tenaga Ahli KIP yang terdiri
Agus Wijayanto Nugroho dan Fathul Ulum, Rizki Susanto dari bagian IT KIP, serta
Indah Puji Rahayu dan Aldi Rano Sianturi dari Staf Bagian Administrasi PSI
Sekretariat KIP. Sedangkan dari pihak MSI/USAID hadir Juhani Grossman, Ahsanul
Minan, dan Desi. Acara Bimtek ditutup pada Jumat (22/1) siang dengan ditandai
pemberian sertifikat kepada peserta yang diberikan oleh Ketua KIP dan
Komisioner Henny S Widyaningsih.
Dalam laporannya, Sekretaris KIP Bambang Hardi Winata
mengatakan untuk bimtek SIMSI gelombang III seluruh peserta yang diundang
semuanya hadir, yaitu terdiri dari 10 KI Provinsi dan 3 KI Kabupaten/Kota.
Bahkan menurut ia, KI Papua yang paling timur Indonesia mampu mengirimkan
delegasinya. Bambang menyatakan bimtek SIMSI ini sangat penting bagi KI karena
akan mampu mengganti sistem pendaftaran sengketa informasi secara manual ke
sistem aplikasi online. “Untuk pelaksanaan bimtek SIMSI ini semuanya dibiayai
MSI, tidak ada anggaran KIP,” kata Bambang.
Sementara Chief of Party SIAP-1 MSI Juhani Grossman
mengatakan sangat menghargai kerja sama MSI dan KIP dalam mengembangkan SIMSI.
Menurutnya, dengan kemudahan yang dihadirkan dalam SIMSI dalam penyelesaian
sengketa informasi maka akan dapat meningkatkan kinerja KI yang pada akhirnya
mampu mencegah korupsi setelah seluruh Badan Publik menjadi transparan.
Menurutnya Grossman, SIMSI juga sangat besar manfaatnya bagi
kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari puluhan ribu pulau. “Dengan
sistem online ini Pemohon informasi tidak perlu datang langsung ke KI yang
dituju. Untuk itu, ia mengharapkan seluruh peserta dapat memahami SIMSI
sehingga dapat segera diaplikasikan di KI masing-masing,” unkap Grossman.
Sedangkan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono dalam sambutannya
mengatakan bahwa SIMSI sangat bermanfaat tidak saja bagi manajemen sengketa di
KI, tapi juga bagi Pemohon, Termohon (Badan Publik), dan masyarakat (publik).
SIMSI bisa menjadi sarana publik, atau siapa pun, untuk mengontrol kinerja KI
terkait sengketa informasi, sebagai bentuk akuntabilitas. SIMSI juga memudahkan
sistem pelaporan sengketa informasi, pembuatan database, dan pengamanan
dokumen. “Jangan sampai terjadi lagi dokumen sengketa yang hilang, karena
menghilangkan dokumen itu sama dengan menghilangkan dokumen negara dan akan
terkena pidana baik atas dasar KUHP maupun UU Kearsipan,” kata dia. Ketua KIP
juga mengatakan bahwa aplikasi SIMSI bersifat “gadget friendly”, semua orang
bisa melihat dan mendaftar sengketa dari HP, tidak harus lewat PC atau laptop.