Sunday, June 28, 2015

Inikah Siasat Mengganggu Pilkada?

Oleh: Anita Yossihara dan A Ponco Anggoro

JAKARTA, KOMPAS - Beberapa anggota Komisi II DPR langsung menginterupsi begitu Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik menunjukkan surat undangan yang diterima dari Sekretariat Jenderal DPR dalam rapat dengar pendapat Komisi II dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu, Senin (22/6/2015) pagi. Menurut Husni, undangan itu membahas agenda tunggal, yakni evaluasi pelaksanaan Peraturan KPU atau PKPU.
Pernyataan Husni memang mengejutkan, termasuk tamu dan wartawan yang hadir memenuhi ruang balkon Komisi II. Sebab, sejak akhir pekan lalu tersebar informasi bahwa pada Senin Komisi II akan menggelar rapat meminta penjelasan KPU mengenai laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pelaksanaan anggaran pemilu tahun 2013-2014.
Pada awal rapat, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman sudah mengungkapkan agenda rapat adalah meminta penjelasan KPU terkait LHP BPK atas anggaran pemilu tahun 2013- 2014. Dalam LHP BPK itu diketahui, terdapat indikasi ketidakpatuhan terhadap UU dalam pengelolaan anggaran sebesar Rp 334 miliar. Dari total temuan itu, didapat indikasi kerugian negara Rp 13,7 miliar.
Politikus Partai Golkar itu pun menegaskan, tidak ada motif apa pun di balik permintaan penjelasan. "Tidak ada unsur dendam, tidak ada unsur apa- apa. Kami juga bukan ingin melemahkan KPU," katanya.
Pernyataan Husni soal undangan formal yang diterima menimbulkan perdebatan di antara anggota Komisi II. Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Nasdem, Lutfi A Mutty, mengatakan, dirinya juga menerima undangan dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR bahwa agenda rapat dengan KPU dan Bawaslu adalah membahas pelaksanaan PKPU dan Peraturan Bawaslu.
Setelah lebih dari setengah jam berdebat, Komisi II dan KPU akhirnya bersepakat, rapat digelar untuk mendengarkan penjelasan KPU soal tindak lanjut temuan BPK.
Menekan KPU
Meski akhirnya KPU menjelaskan tindak lanjut LHP BPK, pembahasan LHP BPK di Komisi II tetap menimbulkan pertanyaan. Salinan LHP BPK atas pelaksanaan anggaran Pemilu 2013-2014 sudah beredar di kalangan wartawan pada 11 Juni lalu. Pemberitaan tentang hasil audit anggaran pemilu mulai ramai dibahas di berbagai media massa sejak pertengahan pekan lalu. Berita di sejumlah media disebut-sebut oleh Rambe sebagai pertimbangan Komisi II menggelar rapat membahas temuan BPK.
Padahal, LHP BPK soal anggaran Pemilu 2013-2014 sudah diserahkan ke KPU pada Januari lalu. Bahkan, menurut Ketua KPU Husni Kamil Manik, KPU sudah menindaklanjuti 75 persen rekomendasi BPK.
Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Rufinus Hutauruk, menyatakan kecurigaannya ada agenda tersembunyi dari partai-partai tertentu untuk mengaitkan hasil audit BPK dengan penyelenggaraan pilkada. "Saya khawatir ada partai yang tidak siap (mengikuti pilkada), tetapi dibuat-buat seakan-akan KPU yang tak siap," katanya.
Arif Wibowo dari F-PDIP bahkan sejak awal curiga ada unsur politis dari pengungkapan hasil LHP BPK. Buktinya pimpinan DPR sempat menyatakan, pilkada bisa saja ditunda jika KPU tak bisa mempertanggungjawabkan hasil audit BPK.
Kalangan aktivis pemilu juga mempunyai kecurigaan yang sama. Mereka curiga DPR berupaya meyakinkan publik bahwa KPU tidak kredibel menyelenggarakan pilkada. Pilihannya hanya dua, anggota KPU diganti atau pilkada ditunda.
"Hasil pemeriksaan BPK coba ditarik ke ranah politik, dipoliti- sasi sehingga sasarannya pilkada ditunda. Selain itu, merupakan upaya menjatuhkan kredibilitas KPU sehingga publik tidak percaya kinerja dan integritas KPU," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini.
Selain Titi, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman pun ikut angkat bicara atas permasalahan itu. Dia bahkan menyebut ada upaya melemahkan KPU dengan mengait-kaitkan hasil pemeriksaan BPK dan pilkada (Kompas, 22/6).
Pandangan itu muncul karena hasil pemeriksaan BPK memiliki mekanisme tindak lanjutnya sendiri. Mekanisme itu sama sekali tidak terkait pilkada.
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK disebutkan, instansi diberi kesempatan untuk memperbaiki temuan BPK.
Sementara dalam undang-undang pilkada, penundaan pilkada hanya bisa dilakukan jika terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lain yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan tidak bisa dilaksanakan. Ini artinya tidak ada kaitannya penundaan dengan temuan BPK.
"Kami sepakat rekomendasi BPK ditindaklanjuti. Namun, harus sesuai prosedurnya, tidak ditarik-tarik ke ranah politik, terlebih sampai ada tuntutan menunda pilkada atau mengganti anggota KPU," ujar Titi.
Kecurigaan ada agenda tersembunyi di balik pembahasan temuan BPK itu semakin kuat karena ternyata temuan yang diungkap bukan hanya temuan pengelolaan anggaran di KPU pusat, melainkan juga KPU daerah. Bahkan, mayoritas di antara temuan terjadi di KPU daerah. Selain itu, tak semua temuan di KPU daerah tersebut merupakan KPU yang akan menyelenggarakan pilkada tahun ini.

DPR yang hanya mengutak- atik hasil pemeriksaan BPK atas KPU juga janggal. Pasalnya, tidak sedikit instansi pemerintah yang nilai temuannya melebihi nilai temuan BPK atas KPU. Tidak sedikit pula instansi pemerintah yang mendapat opini tak menyatakan pendapat dari BPK atau lebih buruk daripada opini BPK atas KPU, yaitu wajar dengan pengecualian.
Kecurigaan sejumlah kalangan tentang adanya kepentingan tersembunyi itu pun akhirnya terjawab. Menjelang rapat berakhir, John Kennedy Aziz dari F-PG mengusulkan penundaan pilkada karena khawatir KPU tak bisa menyelenggarakan pilkada yang jujur, adil, transparan, dan akuntabel.
"Kalau melihat hasil audit BPK ini, saya terus terang khawatir KPU bisa menjalankan pilkada yang luber, jurdil, transparan, dan akuntabel. Untuk itu secara pribadi, saya mohon pimpinan agar pilkada yang sedia- nya dilaksanakan Desember dikaji ulang," tuturnya.
John Kennedy sebenarnya terdaftar sebagai anggota Komisi III dan baru diperbantukan ke Komisi II saat rapat membahas LHP BPK dengan KPU. Selain John dan Misbakhun, F-PG juga memperbantukan anggota Komisi X Kahar Muzakir ke Komisi II, khusus untuk mengikuti rapat soal audit BPK. Seakan-akan ramai-ramai menggeruduk KPU. Soalnya, Partai Golkar termasuk yang bisa jadi tak mudah ikut pilkada karena masih terlibat sengketa kepengurusan.
Maka, sulit memahami pembahasan hasil audit BPK itu benar-benar dilakukan untuk memperbaiki keadaan. Sebab, siasat untuk mengganggu KPU dan menunda pilkada mudah sekali terbaca.




Monday, June 22, 2015

Pilkada di Jateng: Baru 2 Daerah Cairkan Dana Pengawasan

Minggu, 21 Juni 2015 21:50 WIB | Insetyonoto/JIBI/Solopos

Solopos.com, SEMARANG-Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jawa Tengah mengungkapkan sampai sekarang baru dua daerah yang telah mencairkan anggaran dana pengawasan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2015.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jawa Tengah (Jateng), Teguh Purnomo menyatakan masih banyak daerah yang belum mencairkan dana pengawasan pilkada.
“Dari 21 kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada serentak 2015 sampai sekarang baru Kota Pekalongan dan Kebupaten Semarang yang telah mencairkan dana pengawasan,” katanya kepada solopos.com di Semarang, Minggu (21/6/2015).
Untuk 18 daerah lainnya, lanjut dia masih dalam proses pencairan dana karena sudah dilakukan penandatanganan nota perjanjian hibah daerah (NPHD) antara pemerintah kabupaten/kota dengan panitia pengawas (panwas) setempat.
Sedang Kabupaten Purbalingga masih belum dilakukan penandatanganan NPHD karena belum ada kesepatan antara bupati dengan panwas. Akibat belum dicairkannya anggaran dana pengawasan, sambung Teguh, panwas kabupaten/kota terpaksa harus berutang sampai puluhan juta rupiah untuk mendukung kegiatan.
Pascadilantik pada Mei 2015 lalu, panwas kabupaten/kota sudah melakukan berbagai kegiatan, antara lain membentuk dan melantik kepengurusan penitia pengawas kecamatan (panwascam).
“Utang panwas kabupaten/kota antara Rp10 juta-25 juta karena pascadilantik Mei lalu sampai sekarang anggaran dana pengawasan belum cair,” ungkap Teguh.
Terpisah anggota Panwas Kota Semarang, Bekti Maharani menyatakan untuk membiayai kegiatan selama Mei-Juni terpaksa menggunakan dana pribadi.
“Kalau ditotal pengeluaran anggota panwas sudah mencapai puluhan juta,” kata dia.
Menurut dia, sebenarnya panwas sudah sudah melakukan penandatanganan NPHD dengan Wali Kota Semarang beberapa waktu lalu, tapi sampai saat ini belum cair.
“Berharap akhir bulan Juni atau awal Juli dana pengawasan sudah bisa cair,” harap anggota panwas dari unsur jurnalis ini.
Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD Jateng, Ali Mansyur mendesak Pemprov Jateng turun tangan menyikapi belum cairnya anggaran dana untuk panwas.
”Pemprov harus segera menyelesaikan persoalan dana ini untuk menjaga kualitas pilkada karena peran panwas sangat penting,” ucap dia.
Peran panwas, imbuh politisi dari Partai Nasdem ini sangat penting agar pelaksanaan pilkada serentak di 21 kabupaten/kota berjalan adil, jujur dan berkualitas.
“Jadi masalah anggaran dana untuk panwas harus segera diselesaikan. Pemprov perlu memberikan sanksi kepada kabupaten/kota yang menghambat pencairan dana pengawasan,” tandas dia.

23 Juni, Penyerahan DP4 Pilkada ke KPU Daerah dan Pengawasannya



Oleh: Ahsanul Minan


Persiapan penyelenggaraan Pilkada terus dikebut. Meskipun diwarnai oleh tekanan politik dari DPR untuk penundaan Pilkada maupun ancaman penggantian komisioner KPU, hingga ancaman untuk menyeret KPU ke KPK, hal tersebut tidak menyurutkan langkah perhelatan Pilkada tersebut.
Hari ini, 23 Juni 2015, berdasarkan jadwal tahapan Pilkada 2015 merupakan batas akhir pengiriman hasil analisis dan sinkronisasi DP4 oleh KPU kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang akan menggelar Pilkada. Momentum ini sekaligus menandai dimulainya proses penyusunan Daftar Pemilih Pilkada oleh KPU Kabupaten/Kota sebelum diserahkan kepada PPS untuk dimutakhirkan. Kedua fase ini sangat penting untuk diperhatikan baik oleh KPU/KPU Kabupaten/Kota, Pengawas Pemilu, maupun khalayak umum, karena pada kedua fase ini dilakukan verifikasi secara paper-based terhadap Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) yang disusun oleh Pemerintah. Seberapa akurat analisis dan sinkronisasi DP4 ini oleh KPU maupun penyusunan daftar pemilih oleh KPU Kab/Kota akan mempengaruhi beban kerja PPS dalam melakukan pemutakhiran daftar pemilih yang akan dilaksanakan pada tanggal 15 Juli-26 Agustus nanti. Semakin rendah akurasinya maka akan semakin memberatkan kinerja PPS dalam pemutakhiran daftar pemilih.  
Sebagaimana disampaikan oleh Yuswandi, jumlah pemilih potensial yang terdaftar dalam DP4 mencapai 102.068 juta orang. Jumlah tersebut merupakan total dari jumlah daftar pemilih potensial yang akan mengikuti pemilihan 269 Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah kali ini. Tentunya bukan jumlah yang sedikit untuk diverifikasi dan dimutakhiran.
Bagi Pengawas Pemilu, terdapat beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam proses pengawasan terhadap proses penyusunan daftar pemilih ini. Pertama; akurasi dan validitas data penduduk sesuai syarat administrative yang disebut dalam undang-undang, hal ini penting mengingat pengalaman Pemilu 2014 menunjukkan tingginya angka ketidakakuratan data penduduk terutama menyangkut NIK. Kedua: syarat surat keterangan domisili dari kepala desa (Pasal 57 ayat (2)) yang membuka peluang terjadinya mobilisasi penduduk dari daerah lain untuk menjadi pemilih. Kerawanan ini lebih berpeluang terjadi di desa dimana kepala desanya berafiliasi kepada partai politik atau calon tertentu, serta di desa yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota lainnya. Untuk memastikannya, Pengawas Pemilu harus secara pro-aktif mengawasi proses penyusunan daftar Pemilih oleh KPU Kab/Kota yang akan berlangsung pada tanggal 24 Juni-14 Juli, dan proses pemutakhiran oleh PPS. Daftar pemilih dalam Pileg dan Pilpres 2014 maupun data hasil pengawasan dalam pileg dan pilpres 2014 perlu dijadikan acuan dalam pengawasannya. Pengawasan terhadap gerak-gerik Kepala Desa juga perlu dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan manipulasi persyaratan pemilih.
Di sisi lain, KPU Kab/Kota beserta jajarannya perlu memaksimalkan proses pendaftaran Pemilih dengan memastikan seluruh warga negara yang memenuhi syarat telah terdaftar sebagai pemilih, dan mengupayakan semaksimal mungkin agar DPK tidak membengkak.  Hal ini penting untuk dicamkan karena besarnya angka DPK merupakan indicator kegagalan proses pendaftaran pemilih.

Friday, June 19, 2015

Quo Vadis Hasil Audit BPK terhadap KPU

Oleh: Ahsanul Minan

Barawal dari kekecewaan beberapa partai politik yang tidak berhasil mengegolkan niat untuk merevisi UU Pemilu nomor 8 Tahun 2015, muncul permintaan dari Komisi II DPR RI kepada BPK untuk melakukan audit terhadap keuangan KPU. Meskipun dibantah oleh Ketua Komisi II, tidak dapat ditutupi bahwa niat partai politik ini lebih kental diwarnai oleh kegelisahan mereka terhadap konflik internal berlarut yang dapat berdampak pada eligibilitas mereka dalam mengikuti kontestasi dalam pemilukada tahun 2015 mendatang. Tak heran jika munculnya keputusan ini di DPR tidaklah mulus, fraksi PKB menganggap ini sebagai pemaksaan. Pemerintah dan KPU segendang seirama menolak usulan revisi UU Pemilu ini dengan kekhawatiran akan mengganggu jadwal penyelenggaraan pemilukada serentak tahun 2015.
Ketua BPK, Harry Azhar Aziz yang sebelumnya merupakan politisi dan anggota DPR dari Golkar pun bergerak cepat merespon permintaan koleganya di DPR, meskipun sempat menjadi perdebatan mengenai apa obyek audit yang harus diteliti oleh BPK. Sejak tidak terdapat kejelasan apa yang hendak diaudit, apakah rencana anggaran pilkada tahun 2015, ataukah realisasi anggaran tahun-tahun sebelumnya, ataukah kesiapan KPU dalam menyelenggarakan Pilkada di luar persoalan anggaran seperti peraturan teknis, dan lain-lain, ataukah audit menyeluruh? Hal ini menunjukkan anomali, bagaimana mungkin BPK akan mengaudit peraturan KPU ? Apakah BPK memiliki kompetensi keilmuan tentang Pemilu sehingga dapat mengaudit Peraturan KPU? Atau jika audit dimaksudkan untuk menginvestigasi laporan keuangan KPU tahun-tahun sebelumnya, apakah hal itu bukan merupakan pengulangan atas audit sebelumnya karena BPK melakukan audit secara rutin kepada KPU. Bahkan jika anggara Pilkada tahun 2015 dianggap membengkak, bukankan itu karena adanya perubahan peraturan tentang 4 jenis kampanye yang dibiayai negara melalui KPU? Hal inilah yang rupanya membuat KPU tak habis pikir dengan rencana untuk mengaudit KPU.
Namun pada tanggal 18 Juni 2015 BPK menyatakan telah merampungkan auditnya dan melaporkannya ke DPR. Tak seperti perdebatan sebelumnya, hasil audit BPK menunjukkan bahwa audit hanya dilakukan terhadap laporan keuangan KPU sejak tahun 2012 hingga 2014, dan tidak menyentuh pada audit kesiapan penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015. 
Secara umum, BPK mengindikasikan penyimpangan uang negara tersebut dibagi dalam tujuh kategori;
  1. Indikasi kerugian negara Rp 34.349.212.517,69
  2. Potensi kerugian negara Rp 2.251.876.257.00
  3. Kekurangan penerimaan Rp 7.354.932.367.89
  4. Pemborosan Rp 9.772.195.440.11
  5. Yang tidak diyakini kewajarannya Rp 93.058.747.083.40
  6. Lebih pungut pajak Rp 1.356.334.734
  7. Temuan administrasi Rp 185.984.604.211.62
Temuan BPK ini langsung dimanfaatkan untuk menebar ancaman, Komisioner KPU diganti, atau Pilkada serentak tahun 2015 ditunda. Ancaman ini tentunya tidak masuk akal, karena hasil audit sama sekali tidak memiliki relevansi dengan persiapan dan kesiapan penyelenggaraan pilkada. Hasil audit ini sama sekali tidak dapat dijadikan ukuran untuk menilai kesiapan KPU dalam menyelenggaraan Pilkada serentak 9 Desember 2015. Akan sangat berbeda jika hasil audit menunjukkan bahwa peraturan teknis penyelenggaraan pilkada belum terbentuk, atau belum lengkap, sehingga wajar jika Pilkada diminta untuk diundur. Menanggapi hasil audit ini, KPU menyampaikan sikap yang cukup bijak dengan menegaskan komitmen untuk menindaklanjutinya.  
Meskipun hasil audit tidak memiliki korelasi dengan penyelenggaraan pilkada, namun tentunya ancaman Senayan tersebut tetap perlu diwaspadai oleh KPU dan masyarakat sipil, di tengah demam kriminalisasi di negeri ini.

Wednesday, June 17, 2015

Total DP4 Pilkada 2015 Sebanyak 102.068.130


Jakarta, kpu-sulutprov.go.id - Jumlah Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2015 yang diserahkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Yuswandi A. Temenggung kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Husni Kamil Manik berjumlah 102.068.130 jiwa, Rabu (03/6).

“Jumlah data berdasarkan catatan yang diberikan kepada kami, jumlah DP4 nya adalah 102.068.130 jiwa,” tutur Husni saat beri sambutan pada Serah Terima DP4 antara Kemendagri kepada KPU di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara No. 7 Jakarta.

DP4 itu akan digunakan KPU untuk menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada 224 kabupaten yang akan melaksanakan pemilihan bupati dan wakil bupati (pilbup), 36 Kota yang akan melaksanakan pemilihan walikota dan wakil walikota (pilwakot), dan 48 kabupaten/kota yang tidak melaksanakan pilbup dan pilwakot tetapi mengikuti pemilihan gubernur dan wakil gubernur di 9 provinsi. Total DP4 itu akan digunakan untuk menyusun DPT di 308 kabupaten/kota yang menggelar pemilihan.

Setelah diterima, KPU akan melakukan sinkronisasi DP4 Pilkada 2015 dengan DPT Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 lalu. Kemudian akan diteruskan ke KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota hingga ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di masing-masing daerah.

Selanjutnya PPS bersama Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) akan melakukan proses pemutakhiran data pemilih, penambahan dan pengurangan jumlah sesuai dengan kondisi nyata lapangan. “Setelah kami terima DP4, kami akan mengolah dan mengelolanya, bagi yang sudah akurat tidak akan dikurangi, tapi kalau yang belum akurat akan ditindaklanjuti agar akurat,” kata Husni.

“Misal petugas kami didaerah menemukan orang yang bersangkutan tidak lagi tercatat sesuai domisilinya maka akan dikonfirmasi. Apakah dia pindah permanen atau tidak permanen. Kalau permanen dikeluarkan dari data, tapi kalau tidak permanen dan yang bersangkutan ada di domisilinya pada hari pemungutan suara, maka tidak dikeluarkan dari daftar pemilih,” lanjutnya.

Hasil pemutakhiran itu akan diproses lebih lanjut menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS). Selanjutnya KPU akan mengumumkannya untuk menghimpun respon masyarakat. jika telah akurat dan diterima oleh public DPS itu akan disusun menjadi DPT Pilkada serentak Tahun 2015.

Sekjen Kemendagri, Yuswandi A. Temenggung yang membacakan sambutan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo, berharap fasilitasi pemerintah dan KPU dapat dimanfaatkan secara penuh oleh pemilih.

“Dalam kesempatan ini kita (pemerintah) sangat berharap semua penduduk yang berhak memilih dapat menggunakan hak pilihnya,” kata Yuswandi.

Ia mengimbau kepada penyelenggara pemilihan agar dapat menggelar pemilihan sesuai asas langsung, umum, bebas dan rahasia, sehingga dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas, dan dapat diterima oleh masyarakat luas.

“Kepada penyelenggara, semoga dapat melaksanakan Pilkada serentak Tahun 2015 ini secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Kita berharap forum ini (pemilihan umum) dapat menghasilkan kepala daerah yang betul-betul berkualitas, berkompetensi, integritas dan punya kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitasnya,” imbuh Yuswandi.
 

Dukungan Kurang, Pasangan Jalur Perseorangan Ini Gagal Maju di Pilkada Tanjabtim

Kamis, 18 Juni 2015 - 03:39:35 WIB

JAMBIUPDATE.COM, MUARASABAK - Berkas yang diserahkan sebanyak 34 ribu berkas berupa fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, yang diserahkan pasangan jalur perseorangan Krismanto-Santi Wirda beberapa waktu yang lalu. Ternyata sebagian besar tidak disertai surat dukungan yang dibubuhkan tanda tangan atau cap jempol. Akibatnya, pasangan jalur perseorangan ini gagal maju dalam Pilkada Tanjabtim yang dihelat akhir tahun ini. Ketua KPU Tanjabtim, Mustakim mengatakan,
"Dari fotokopi KTP yang diserahkan sebanyak 34 ribu lebih fotokopi KTP, yang memberikan dukungan disertai tanda tangan dan cap jempol hanya 2.374 dukungan," ujarnya.
Untuk penambahan bukti dukungan berupa tanda tangan maupun cap jempol tidak dapat dilakukan. Karena batas akhir penyerahan formulir perseorangan telah lewat.
"Kalau diserahkan (11/6) lalu mungkin masih bisa, tapi sekarang kan batas waktu habis," bebernya.
Padahal untuk fotokopi KTP pasangan jalur perseorangan ini telah mumpuni. Hanya saja fotokopi KTP tersebut tidak semuanya disertai dengan surat dukungan baik kolektif maupun perorangan.
"Kemudian photocopy KTP ini termasuk kategori berkas hard copy, sementara soft copy juga hanya sebagian kecil saja yang terentri," tukasnya.
Krismanto melalui akun Faceboknya, Krismanto mengucapkan terima kasih kepada Tanjabtim, yang telah memberikan dukungan kepadanya. Dimana pihaknya telah berhasil, mengumpulkan sekitar 40 ribu fotokopi KTP. Namun dari waktu yang diberikan sekitar 17 jam, menjelang habisnya masa pendaftaran untuk jalur perseorangan. Dari 40 ribu hard copy KTP itu, pihaknya hanya mampu mengentri sekitar 10 ribu soft copy KTP. Dalam akun Facebook tersebut, dia juga meminta agar para pendukungnya, tidak berkecil hati, dan selalu memohon kepada Yang Maha Kuasa, agar diberikan petunjuk dan jalan keluarnya.(yos)

CARA PENGAWASAN PENDAFTARAN PEMILIH: MEWUJUDKAN DATA PEMILIH PEMILU YANG KREDIBEL

Ahsanul Minan
Makalah disampaikan dalam acara Focus Group Discussion tentang Penyusunan Daftar Pemilih, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Kesbangpol Pemprov DKI Jakarta, Jum'at, 20 Desember 2013
A. PENDAHULUAN
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan instrumen demokratis yang secara reguler diselenggarakan untuk mewujudkan keterlibatan rakyat dalam menyalurkan kedaulatannya dalam proses penentuan kepimpinanan politik. Hal ini telah secara tegas diatur dalam konstitusi serta dijabarkan secara teknis dalam undang-undang pemilihan umum. Pelibatan rakyat selaku pemegang kedaulatan atas negara diimplementasikan berdasarkan atas prinsip langsung yang berarti proses pemberian suara tidak dapat diwakilkan, umum yang berarti hak rakyat untuk dapat mengikuti pemilu bersifat menyeluruh tanpa adanya diskriminasi, serta adil yang berarti tidak ada perlakuan yang istimewa atau berbeda antara warga negara satu dengan yang lainnya.
Dalam rentang sejarah penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak Pemilu pertama tahun 1955 hingga saat ini, problematika dalam penyusunan daftar pemilih baru mencuat dan menjadi perdebatan hangat sejak dilaksanakannya Pemilu tahun 2009. Sebelum Pemilu 2009, isu penyusunan daftar pemilih tenggelam di antara berbagai isu kepemiluan antara lain kampanye, manipulasi suara, dan penetapan hasil pemilu. Meskipun demikian, bukan berarti pada rentang waktu tersebut tidak sama sekali ada permasalahan terkait dengan daftar pemilih. Demikian juga pada Pemilu 2009, isu penyusunan daftar pemilih juga baru mencuat pada saat telah ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap oleh KPU. Hal ini tidak terlepas dari minimnya perhatian masyarakat, peserta pemilu, dan pemantau terhadap persoalan daftar pemilih ini.
Pada Pemilu 2014 ini, perhatian terhadap tahapan penyusunan daftar pemilih ini semakin menguat, dimana indikasinya dapat dilihat melalui tingginya media coverage (liputan pemberitaan di media massa), banyaknya statement di media yang disampaikan oleh kalangan pemantau pemilu dan pengamat, munculnya banyak tanggapan dari peserta pemilu, serta munculnya banyak rekomendasi dari pengawas pemilu.

B. ARAH KEBIJAKAN PENGAWASAN DAFTAR PEMILIH OLEH BAWASLU
1. Isu Strategis
Daftar Pemilih yang kredibel menjadi salah satu kunci kesuksesan penyelenggaraan pemilu yang demokratis, karena akan memberikan pengaruh kepada terpenuhinya hak warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih, serta mempengaruhi tingkat kepercayaan peserta pemilu dan legitimasi atas hasil pemilu itu sendiri.
Secara internasional, terdapat beberapa prinsip yang diakui dalam penyusunan daftar pemilih yang kredibel yakni integrity, legality, accessibility, comprehensiveness, inclusiveness, fairness, accuracy, transparency, cost-effectiveness, timeliness, credibility, and sustainability.
Dalam kerangka hukum positif di indonesia, penyusunan daftar pemilih harus mengacu kepada prinsip-prinsip yang meliputi; prinsip wholistik, prinsip akurasi, prinsip ketetapatan waktu, prinsip efektifitas, prinsip efisiensi, prinsip transparansi, dan professionalisme.
2. Model-model Penyusunan Daftar Pemilih
Dalam diskursus sistem kepemiluan di dunia internasional, dikenal beberapa model pendekatan yang dipergunakan dalam penyusunan daftar pemilih:
Citizen Registration versus Voter Registration.
Compulsory Registration versus Voluntary Registration
Active Registration versus Passive Registration
Periodic Registration versus Continuous Registration
 

Tuesday, June 16, 2015

Dana Kurang, Panwas Daerah Ini Ancam Batalkan Pilkada

Mereka butuh minimal Rp3,5 miliar. Tapi hanya dianggarkan Rp1,5 miliar.

Oleh : Syahrul AnsyariAgustinus Hari (Manado)
Selasa, 16 Juni 2015 | 16:32 WIB

VIVA.co.id - Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Provinsi Sulawesi Utara, dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwas) Boltim belum menyepakati anggaran pengawasan hingga batas waktu yang ditentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Senin 15 Juni 2015 kemarin.

Ketua Panwas Boltim, Ervina Damopolii, mengatakan instansinya sudah berkoordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Boltim terkait anggaran pengawasan
pilkada Boltim yang deadline kepastian anggarannya hingga kemarin. Namun, hingga hari ini belum ada kepastian dari Pemda.

"Panwas tadi diundang bersama Dewan dan tim anggaran. Sesudah acara ditutup, kami masih dijanjikan ada perubahan keputusan (jumlah hibah) dari Pemda Boltim," kata Ervina, Selasa 16 Juni 2015.

Ervina menuturkan bahwa Pemda sudah menyediakan anggaran sebesar Rp1,5 miliar dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Boltim.
Namun, setelah disesuaikan dengan peraturan Menteri Dalam Negeri anggaran tersebut tidak mencukupi selama 12 bulan.

"Kami masih berdiskusi minta rasionalisasi dari Pemda berdasarkan kebutuhan Panwas dan jajaran di bawahnya. Kami minta kepastian jumlah rasionalnya dan kepastian hukum (NPHD) yang kami minta," ujar Ervina.

Dia mengatakan jika anggaran disediakan Pemda hanya di bawah Rp2,3 miliar tak akan mencukupi biaya operasional Panwas Boltim. Instansinya mengajukan permohonan anggaran sebesar Rp4,8 miliar dan jika dirasionalisasi lagi minimal Rp3,5 miliar.

"Sekurang-kurangnya Rp 3,5 miliar, ini menyesuaikan dengan pertimbangan kondisi kemampuan keuangan daerah. Kami hanya bisa menyiasati dimasa kerja. Terkait gaji dan operasional tak bisa ditolerir. Ini terkait beban kerja, resiko kerja dan profesionalisme penyelenggara pilkada. Deadline sampai malam ini pukul 00.00 WITA. Jika tidak, kami akan merekom ke Bawaslu Sulut dan Bawaslu RI bahwa tak ada pemilihan di Boltim," terang Ervina.

Komisioner Panwas Boltim lainnya, Haryanto, mengatakan jika tak ada kepastian hukum anggaran pengawasan pilkada Boltim yang tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Maka instansinya akan melaporkan masalah tersebut ke Bawaslu Sulut dan diteruskan ke Bawaslu Pusat yang bisa jadi akan merekomendasikan ke Mendagri untuk membatalkan pilkada Boltim.

"Bawaslu sudah bertanya. Kami tetap berupaya. Kami diberikan signal Rp1,5 miliar dalan NPHD. Mereka enggan menaruh penambahannya," katanya.

Ketua KPU Boltim, Awaluddin Umbola, mengaku prihatin belum adanya kepastian anggaran di Panwaslu. Padahal, KPU Boltim sudah siap menyelanggarakan pilkada tapi tak ada Panwaslu dalam mengawasinya.

"Kami sadar, membutuhkan Panwas Kabupaten. Kalau tak ada Panwas Kabupaten kami tak akan menyelenggarakan pilkada karena kami harus memastikan hampir 2 ribu penyelanggara berjalan sesuai ketentuan,"
ujarnya.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Boltim, Oskar Manoppo, mengatakan saat ini menunggu Panwas menyusun Rencana Kerja Anggaran untuk dana hibah Rp1,5 miliar.

"Kami siapkan hanya itu, ada dana Rp800 juta yang akan ditambah diperubahan (APBD)," ungkap Oskar.

Instansinya sudah menyiapkan draf NPHD dan siap menyerahkan hari ini untuk ditandatangani oleh Bupati dan Ketua Panwaslu Boltim.

"Pemda tak bisa penuhi permintaan mereka. Kalau melihat RKA mereka Rp2 miliar perjalanan dinas. Itu pemborosan, tak masuk akal. Hanya tiga orang sudah banyak sekali," lanjut Oskar. (ren)

Sumber: http://politik.news.viva.co.id/news/read/638935-dana-kurang--panwas-daerah-ini-ancam-batalkan-pilkada 

Data Sementara Calon Perseorangan Yang Mendaftar Dalam Pemilukada Serentak 2015

Masa Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Kepala Daerah dari unsur non-partai politik telah ditutup pada tanggal 15 Juni 2015 yang lalu. Meningkatnya syarat dukungan menjadi 6,5 % hingga 10 % sepertinya menyurutkan minat masyarakat untuk mendaftar sebagai calon perseorangan.

Berikut ini adalah data sementara peta calon perseorangan yang telah mendaftar di KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang saya coba sajikan. Perlu diingat bahwa data ini masih merupakan data sementara yang diambil dari berbagai media pemberitaan. Perlu diingat juga bahwa bakal calon ini belum tentu ditetapkan memenuhi persyaratan sebagai pasangan calon dalam Pemilukada mendatang.



Data Sementara Calon Perseorangan Yang Mendaftar di KPUD Pada Pemilukada Serentak 2015
Provinsi
Kab/Kota
Calon Yang Mendaftar
Keterangan/Sumber Berita
Sumbar
Provisi Sumbar
NIHIL
Bukittinggi
pa­sangan Ramlan-Irwandi.
Tanah Datar
Erdison Mansyur-Sultaveri
Kabupaten Li­ma­puluh Kota
Rifa Yendi-Zulhikmi
Solok
NIHIL
Sumut
Asahan
NIHIL
Kota Medan
NIHIL
Sulsel
Gowa
1.  Djamaluddin Maknun - Masykur
2.  Adnan Purichta Ichsan YL - Abdul Rauf Karaeng Kio
3.  Hasan Hasyim - Abdul Nasir Daeng
Babel
Bangka Tengah
Nihil
Bangka Barat


Banten
Tangsel
Nihil
Jabar
Tasik Malaya
NIHIL
Kab. Bandung
Dadang Naser-Gun Gun Gunawan
Yendi Sofyan-Asep Sutisna
Sukabumi


Indramayu
NIHIL
Karawang
Nanan Taryana-Asep Agustian
Nace Permana-Yeni Herlina
Pangandaran
Azizah Talita Dewi-Erwin Thamrin

Depok
NIHIL
Cianjur
Deni Sunarya-Zaini Hamzah
Jatim
Sumenep
Nihil
Surabaya
Nihil
Ponorogo
Misranto – Isnen Supriono
Gresik
NIHIL
Lamongan
·   Mujianto-Sueb
·   Nursalim-Edy Wijaya
Mojokerto
Misnan Gatot-Rahman Sofiana
Tuban
Zakki Mahbub - Dra. Dwi Susiatin Budiarti
Kediri
Subani -Eko Yanto Adi Santoso
Wisnu Wardhana -Tomi
Kota Pasuruan


Kab. Malang


Ngawi
Agus Bandono - Adi Susila
Banyuwangi


Kota Blitar


Jember
Dwi Setyo Nusantara -M. Thoiri
Sidoarjo
NIHIL

Trenggalek
NIHIL

Situbondo
NIHIL

Kab. Blitar
NIHIL

Pacitan
NIHIL

Jateng
Kota Pekalongan
·   Sujaka Martana dan Fauzi Umar Lahji,
·   Tasurun dan Hasan Hidayat,
·   Anis Rosyidi dan Kuswanto.

·   Catatan: Hanya Sujaka Martana dan Fauzi Umar Lahji yang dinyatakan lolos.

Kota Semarang
NIHIL
Pemalang
NIHIL
Rembang
Abdul Khafidz – Bayu Andrean
Boyolali
Cahyo Sumarso – M. Yakni. Anwar
Kota Magelang
Joko Prasetyo – Priyo Waspodo
Wonosobo
M. Suhardi – Joko Wiyono
Klaten
Mustafid Fauzan – Sri Harmanto
Purbalingga
NIHIL
Kebumen
NIHIL
Surakarta
NIHIL
Kendal
Hambali-Nanang Fardiansyah
Sukoharjo
NIHIL
Kab. Semarang
NIHIL
Purworejo
NIHIL
Wonogiri
Budisena-Giyarto
Blora
NIHIL
Grobogan
NIHIL
Sragen
NIHIL
Demak
Sugiyanto - Cahyono
Kab. Pekalongan
NIHIL
Pemalang
NIHIL
DIY
Gunungkidul
Benjamin Sudarmaji - Mustangid
Bantul
NIHIL
Sleman
NIHIL
Sulut
Tomohon
Jimmy Fidie Eman - Serly Adelyn Sompotan
TanaToraja
NIHIL
Kalimantan Tengah
Kotawaringin Timur
Muhammad Arsyad dan H Nadiansyah
NTT
Manggarai
·      Donatus-Ansel
·      Marsel Sudirman-Frans Bustan
Catatan: Dibatalkan oleh KPUD
Jambi
Tanjung Jabung Timur
Krismanto - Santi Werda
Kaltara
Kaltara
NIHIL
Kaltim
Balikpapan
Achdian Noor -Abriantinus
Lampung
Kota Bandar Lampung
Muhammad Yunus - Ahmad Muslimin
Pesawaran
Aries Sandi Dharma Putra - Mahmud Yunus
Okta Rijaya - Salamu Soliokhin
Lampung Tengah
Mudiyanto Thoyib  - Musa Ahmad
Pesisir Barat
Jamal Nasir -Syahrial
Sulawesi Tengah
Palu
NIHIL