Monday, August 31, 2009

Politik dan Ekonomi 07.07.2009
Kerawanan Pilpres Dengan Mekanisme KTP


Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift:
Ketetapan penggunaan KTP dalam pemungutan suara memunculkan sejumlah persoalan yang belum selesai. Ini berpotensi memicu kerawanan pada hari H pemilihan presiden 2009, Rabu (08/07) demikian menurut sejumlah kalangan.

Ahsanul Minan dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia memaparkan diantaranya adalah kecemasan akan potensi mobilisasi pembuatan KTP massal pada satu hari menjelang pemilu. Lalu persoalan bila warga yang bersangkutan hanya memiliki KTP atau paspor namun sudah tidak berlaku, sehingga warga tidak dapat memilih. Problem lainnya adalah bagaimana bila warga tersebut hanya punya KTP tapi tak punya kartu keluarga atau KK atau sebaliknya dan memaksakan diri untuk menggunakan hak pilih. Atau juga bila warga tersebut memiliki KTP tetapi digunakan untuk memilih di TPS di luar wilayah Rukun Tetangga RT/ Rukun Warga RW, sehingga tidak dapat memilih.


“Kelima, warga yang memiliki mobilitas tinggi hingga di luar wilayah RT/RW tidak dapat menggunakan hak pilih. Yang keenam, warga memiliki lebih dari satu KTP, menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali. Ketujuh, warga memiliki KTP tetapi hilang dan dilengkapi surat kehilangan dari kepolisian.“

Sementara itu Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) memprotes keputusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap tidak memperhitungkan logistik surat suara cadangan. Seperti disampaikan anggota Banwaslu Agustiani Fridelina Tio Sitorus:

“Karena di UU hanya dikatakan surat suara cadangan di satu Tempat Pemungutan Suara hanya boleh 2 persen. Misalnya di satu TPS ada 800 surat suara. Dua persennya paling hanya tinggal 16 surat suara cadangan. Bisa dibayangkan dengan kondisi sistem kependudukan yang belum baik, satu rumah bisa punya banyak kartu keluarga dan banyak KTP, padahal dia sudah pindah rumah juga. Akhirnya bisa terjadi penumpukan di satu TPS. Bila yang tidak tedaftar lebih dari 16, maka mereka bisa memaksa memilih hanya dengan menunjukkan KK."

Wakil mantan ketua Komisi Pemilihan Umum Ramlan Surbakti yang juga tergabung dalam Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan menyodorkan berbagai rekomendasi yang seharusnya dapat dilakukan KPU sesegera mungkin, karena terjepitnya waktu pencentangan suara. Diantaranya KPU harus mensosialisasikan berulang-ulang secepat mungkin tentang kriteria warga yang dapat menggunakan hak pilih dengan KTP, melalui media. KPU juga harus merevisi peraturan tentang kriteria warga yang berhak menggunakan hak pilih, serta juga secepatnya menyampaikan petunjuk teknis yang jelas kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

“Kami menyarankan pada KPU memberi instruksi pada Petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk mengantisipasi ketersediaan surat suara mengikuti perkembangan jumlah pemilih tak terdaftar yang punya KTP. Petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) harus memantau keadaan agar tidak terjadi kekurangan di satu tempat.“

Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi, KPU telah menetapkan petunjuk bagi warga yang belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap untuk dapat menggunakan hak pilihnya. Yaitu dengan menyertakan KTP atau paspor yang masih berlaku, dilengkapi dengan kartu keluarga. Penggunaan hak pilih dengan menggunakan KTP yang masih berlaku hanya bisa di Tempat Pemungutan Suara yang berada di Rukun Tetangga/Rukun Warga atau sejenisnya yang sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP. Bagi warga negara yang memakai hak pilihnya dengan menggunakan KTP terlebih dulu harus mendaftarkan diri pada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) setempat. Hak pilih warga dibatasi hanya pada satu jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS, yaitu antara pukul 12.00 hingga 13.00 waktu setempat.

Ayu PurwaningsihEditor: Ziphora Robina



Sumber Deutcshe Welle:
http://www.dw-world.com/dw/article/0,,4461921,00.html

No comments:

Post a Comment